Bernyanyi, merupakan kegiatan yang menurut saya cukup asik bila dilakukan. Bernyanyi juga dapat mengurangi stress akibat penat dan bila terus diasah, bukan tidak mungkin bernyanyi dapat menjadi pemasukan yang berpengaruh terhadap keuangan. Maka dari itu bernyanyi juga disenangi atau digemari banyak orang.
Namun, pastilah kalian sadar, bahwa tidak semua orang yang suka bernyanyi juga disukai saat dia bernyanyi. Maksud saya, tidak semua orang dapat bernyanyi dengan baik dan tidak semua orang percaya diri untuk bernyanyi dengan baik. Seperti pengalaman saya sewaktu SMP, pada saat itu saya begitu ragu untuk mengeluarkan suara saya dalam bernyanyi. Alhasil, ejekan dan nilai jelek saya dapatkan dalam pelajaran seni musik pada saat itu. Pengalaman itu cukup membuat saya menyesal ditambah lagi teman saya yang suaranya lebih buruk dari saya mendapat apresiasi karena keberaniannya dalam bernyanyi. Bukan sombong, tapi suara saya tidak seburuk beo beranak satu yang ditinggal suaminya, dan saya rasa dia yang berani bernyanyi itu tidak jauh beda dengan teman curhatnya beo beranak satu yang ditinggal suaminya.
Nah, dari pengalaman itu saya dapat memahami, bahwa ternyata bernyanyi bukan hal yang sulit bagi saya karena saya hanya cukup berani untuk melakukan yang lebih baik darinya. Saya pun mengklaim itu sebagai bakat, karena tidak semua orang dapat bernyanyi dengan baik. Saya pun percaya diri karena merasa sudah memiliki satu kemampuan yaitu bernyanyi.
Kepercayaan diri saya pun semakin menjadi. Ya, saya dengan berani mengikuti paduan suara di gereja dan ingin menunjukkan kemampuan saya. Dan seperti digeplak pintu ajaibnya doraemon, saya pun sadar bahwa bernyanyi bukan sekedar bagus atau enak didengar, namun juga soal pas tidaknya nada yang kita keluarkan dengan nada yang diminta. Selain itu tempo dan penempatan suara dalam bernyanyi juga menjadi hal yang cukup mengagetkan saya dalam bernyanyi. Kenapa? karena hal tersebut sangat sulit didapatkan bila jarang dilatih.
Akibat permasalahan tersebut, saya pun bingung, bernyanyi itu bakat atau hasil belajar? Karena ada sebagian dari teman saya yang bernyanyi dengan merdu namun otodidak dan ada juga sebagian teman saya yang bernyanyi dengan sangat merdu karena belajar dan berlatih (bukan otodidak). Tidak hanya itu, ada juga teman saya yang tidak bisa bernyanyi sama sekali, entah karena kelemahan pendengaran atau kelemahan pita suara yang dia miliki. Tapi yang jadi masalah, banyak asumsi bahwa semua orang dapat bernyanyi atau terlahir dengan kemampuan bernyanyi. Hmm.... cukup membingungkan
Setelah mencari-cari, saya pun menemukan jawaban yang cukup dapat menjawab pertanyaan saya. Ternyata, orang yang tidak bisa bernyanyi atau sering fals dalam bernyanyi ini dapat dikatakan menderita kelainan amusia (nir-musik) dan penyakit yang hampir sejenis yaitu tone-deaf atau beat-deaf. Meskipun ada kata deaf di dalamnya, bukan berarti si penderita kelainan ini tuli. Dia mampu mendengar dengan baik seperti orang biasanya, namun tingkat kepekaannya pada nada (pitch) dan irama (beat) sangat rendah.
Jika anda berpikir bahwa kecerdasan yang kurang atau kualitas otaknya yang kurang? maka anda salah besar. Faktanya tokoh-tokoh dunia seperti Theodore Roosevelt (Presiden AS), Ulysses S Grant (Presiden AS), Che Guevara, Sigmund Freud (Psikolog) dan Charles Darwin menderita kelainan tersebut, jadi jangan meminta mereka bernyanyi, karena itu kekurangan terbesarnya.
Bagi penderita tone-deaf, musik bukan masalah jika hanya untuk didengarkan tapi tidak untuk dinyanyikan. Berbeda dengan penderita amusia (nir-musik), penderitaan mereka lebih berat karena tidak bisa memilah tinggi rendahnya nada atau asiknya suatu irama. Mereka cenderung menangkap musik sebagai sesuatu yang gaduh dan tidak indah sama sekali. Bagi mereka, mendengarkan musik seperti siksaan batin yang begitu mengganggu. Karenanya, orang dengan kelainan amusia juga tidak dapat menari. Jika dipaksakan, maka akan terlihat seperti emak-emak menginjak duri. Durinya dimana megangnya yang mana. (sorry buat yang emak2 #dendam_sign_kiri_malah_ke_kanan)
Tidak akan mampu sesuai irama.
Tidak akan mampu sesuai irama.
Kembali ke permasalahan bakat atau karena belajar, saya pun mengakui bahwa bakat juga berpengaruh terhadap kemampuan bernyanyi. Begitu pun dalam keahlian lainnya, bakat cukup berperan dalam memantapkan diri. Tapi, bukan berarti orang yang penuh bakat dapat lebih baik dalam mengerjakan sesuatu, seperti yang kita tahu bahwa berlatih dan belajar yang dapat membuat kita terus tahu dan semakin tahu. Maka apakah bernyanyi itu bakat? Ya sebagian, namun selebihnya adalah latihan.
Sumber : Kompasiana.com
Gambar : Infia Fact
No comments:
Post a Comment