Kita tidak bisa lepas
dari seni. Dalam kehidupan seni menjadi hal yang kita temui sehari-hari,
bahkan dalam berbicara saja ada seninya. Namun seni juga butuh wadah,
terutama bagi seniman-seniman yang bingung mengekspresikan atau
menampilkan karyanya.
Warung Apresiasi di Bulungan, Jakarta
Selatan, menjadi solusi bagi seniman-seniman di Indonesia. Banyak musisi
yang memulai karirnya di sini. Kebebasan berekspresi juga diterapkan di
sini, setiap orang yang ingin menampilkan karyanya, bisa dilakukan di
sini.
Meski terlihat sederhana dan minimalis, di tempat ini
seniman besar seperti WS Rendra, Rieke Dyah Pitaloka, hingga Iwan Fals
pernah unjuk gigi membawakan bait demi bait puisi serta lagu.
Ketika
ditanya apakah Warung Apresiasi akan diperluas. Yoyok Tembayung sebagai
orang yang turut berperan dalam kepengurusan Warung Apresiasi hanya
tersenyum dan mengatakan bahwa manusia tidak akan pernah puas.
Masalah
asap yang belum juga selesai sampai saat ini di Riau, Kalimantan, dan
sekitarnya, membuat kerugian yang besar. Baik ekonomi, lingkungan,
ataupun kesehatan. Banyak masyarakat yang mulai membantu baik dari dalam
negeri sampai luar negeri karena parahnya masalah asap ini.
Para
seniman seperti Bima Miranda, Freddy Lengkong, Fredy Egy, dan Cok
Rampal, menyuarakan rasa pedulinya lewat konser musik yang bertemakan
"Balada Negri Asap" yang diselenggarakan oleh Endy Areas dan Kamca Titi.
Saya
pun mencoba mewawancarai beberapa musisi yang berada di Warung
Apresiasi mengenai tema dan tujuan apa yang mereka inginkan dari acara
pada malam itu.
"Saya turut empati saya dalam acara malam ini" ujar Agus Wibowo
"..
cuman kalau saya sih ngincer 2 hal yaitu informasi dan empati tentang
saudara kita disana" ujar Petrus Rianto yang bermain bass pada malam
itu.
Empati menjadi kata yang terus disebutkan oleh mereka
berdua. Mereka mengharapkan adanya rasa perduli dari masyarakat sekitar
terhadap sesama yang terkena bencana polusi asap.
Filosofi Patung
Pada
malam itu, setting panggung sedikit berbeda dengan adanya patung
berambut cabai merah. Ada dua patung setengah badan itu mengenakan kain
yang menutupi hidung sampai mulutnya dan juga ditancapkan cabai merah
panjang dikepala keduanya.
Cok Rampal sebagai yang patung itu
dibuat sebagai simbol supaya kita sama-sama sadar, sesuatu yang baik
jangan dilawan. Beliau lebih mengekspresikan apa yang dia pikirkan tanpa
harus berbicara, salah satunya dengan mendekorasi panggung pada malam
itu.
"Jadi kalau punya gagasan kecil, langsung wujudkan!" Ujar Cok Rampal.
Beliau
menyebutkan lagi tentang empati. Namun ada pernyataan beliau yang
menarik mengenai ilmu, agar kita tidak menyalahkan ilmu.
"Belajar
api, supaya api bisa di manage, jangan main-main api. Kalau ada hujan,
dirawat" ujar pencipta Lagu Lama Gaungnya Rata ini seraya menasihati
kami para mahasiswa.
Patung itu ditujukan untuk semua dengan
maknanya masing-masing. Pembuatan patung tidak sampai dua hari itu
mempunya arti yang tergantung yang melihat, atau yang biasa disebut
installation art.
Tidak hanya musisi, ada tamu yang datang
langsung dari lokasi yang "berasap" itu. Narasumber itu datang langsung
dari Kalimantan. Asap yang sudah semakin parah membuat banyak penyakit
paru-paru bagi warga di sana. Ada beberapa zat asam yang berada di
setiap paru-paru mereka yang tertimpa bencana asap itu. Narasumber
berharap kita dapat menyampaikan keluh kesah mereka agar permasalahan di
sana lebih cepat selesai.
Acara malam itu berjalan lancar.
Penampilan baik di tampilkan musisi-musisi yang tampil pada malam itu.
Penonton yang cukup rama pada malam itujuga turut memeriahkan dengan
ikut bernyanyi. Acara selesai pada jam 24.00 WIB Tepat pada jam tutupnya
Warung Apresiasi. (Hotlas)
sumber gambar : http://media.viva.co.id