Masih Berani Nonton Pengabdi Setan?

Oleh: Hotlasmore

"Gila!" satu kata yang tepat untuk menggambarkan betapa berhasilnya film ini membuat penonton merinding ketakutan. Untuk itu, jangan nonton film Pengabdi Setan jika punya penyakit jantung, trauma akan hantu, apalagi pocong. Kenapa? karena pocong di film ini kembali diangkat derajatnya.

Pocong, yang belakangan sudah jarang muncul di perfilman horor Indonesia, kembali turut andil dalam meneror penonton. Di film ini, pocong tampil lebih menyeramkan dan lebih mencekam. Selengkapnya soal pocong di film ini, sebaiknya tonton sendiri langsung di bioskop!

Demi mendukung perfilman dalam negeri.

media.teen.co.id


Komentar Pribadi
Saya termasuk orang yang sering menertawakan penonton juga film horor yang ditayangkan saat di bioskop. Tapi kali ini, tampaknya saya layak ditertawakan.

Dan tidak hanya saya, hampir satu bioskop teriak histeris saat menonton film ini. Jujur, saya bukan orang yang menutup mata saat ketakutan, jadi saya tidak akan berbohong soal keseraman dari tiap-tiap adegan di film ini. 

Jujur saja film ini berhasil melampaui ekspektasi saya, dan membuat merinding hingga perjalanan pulang. Bayang-bayangnya mengalahkan film yang belakangan baru muncul dan sudah saya tonton, seperti badut iblis di "IT" dan boneka lucu di "Annabelle: Creation". Namun jika dibandingkan dengan filmnya si Valak di "The Conjuring 2", tampaknya bisa dibilang sama serunya, meski belum sama seramnya.

Pantas saja, sejak awal si penjual tiket sudah mengingatkan kalau film ini hanya untuk usia 17 tahun ke atas. Untuk itu, bagi para anak kecil hingga remaja, sangat tidak disarankan menonton film ini.


Review Film

Adapun film ini berkisah mengenai seorang Ibu (Ayu Laksmi) yang sakit-sakitan tapi sudah membuat kepelikan terhadap keluarganya. Ia terbaring di kamar lantai atas, digerogoti penyakit misterius, dan berwajah sangat pucat pasi. Kadang megap-megap dan membuka lebar-lebar mulutnya seperti kehabisan napas.

Satu-satunya cara untuk berkomunikasi dengan anak-anaknya adalah melalui lonceng yang ia bunyikan. Beruntung ada si sulung Rini (Tara Basro) dan adiknya Toni (Endy Arfian), yang telaten mengurusi sang ibu serta adik terkecil mereka, Ian (M. Adhiyat).

aws-dist.brta.in


HIngga sang ayah (Bront Palarae) yang juga selalu mengusahakan pengobatan istrinya, harus tertunduk sedih saat takdir berkata lain. Kekasih hatinya itu meninggal dunia dan dimakamkan di kuburan dekat rumah.

Terbelit kebutuhan ekonomi, sang ayah lantas meninggalkan rumah, pergi ke luar kota dan menitipkan keluarganya di tangan dua anak tertuanya. Tak lama setelah itu, kejadian aneh mulai dialami keluarga ini. Bahkan kejadian nahas menimpa sang nenek (Elly D Luthan), yang sudah merasa bahwa suatu kekuatan jahat tengah melingkupi keluarga mereka.

Rini akhirnya tergerak untuk menyelidiki hal ini.


Berhasil Berdiri Sendiri

Film ini adalah remake dari film favorit sang sutradara, Joko Anwar, dengan judul yang sama. Adapun film itu pertama rilis pada tahun 1980 dan juga mencapai kesuksesan.

Meski begitu, Pengabdi Setan versi baru ini bisa dibilang sebagai film adaptasi yang berhasil. Film ini cukup kuat untuk muncul sebagai sebuah film baru yang berdiri sendiri, tapi tetap tak kehilangan "rasa" dari film aslinya.

Tampilan poster Pengabdi Setan tahun 1980 (aws-dist.brta.in)


Salah satunya dari segi cerita, sudah tak ada lagi sosok misterius Darminah yang menjadi motor penggerak film aslinya. Namun, adegan-adegan ikonis dalam film pendahulunya, seperti saat Toni didatangi sang ibu, juga dibuat ulang dengan cara yang baru.

Menit-menit awal Pengabdi Setan juga sudah menunjukkan bahwa film ini dibuat dengan serius. Berlatar tahun 1980-an, production design dalam film yang digarap Rapi Films bekerja sama dengan CJ Entertainment dan iFlix ini terlihat begitu detail. Termasuk dalam beragam properti yang langsung membawa nuansa jadul tahun 80-an.

"Bintang utama" dari film ini jelas adalah sosok ibu yang diperankan oleh Ayu Laksmi. Performa Ayu Laksmi, ditunjang oleh departemen kostum dan tata rias yang mumpuni, membuat sosok ini terasa begitu menyeramkan—apa pun yang ia lakukan. Bahkan di saat masih hidup pun sang ibu masih mampu mendirikan bulu roma penonton.

Kengerian sosok ini ditunjang dengan cara bercerita Joko Anwar, yang tak banyak mengandalkan jump scare dalam filmnya. Sebaliknya, Joko membangunnya lewat atmosfer di film ini, lewat teknik sinematografi dan permainan audio. Hasilnya, nyaris setiap menit dalam rumah ibu mampu menghadirkan teror yang mencekam penonton.


Sumber: Liputan6Tribun.

No comments:

Post a Comment

Pages