Banyak berita soal lapor-melapor bermunculan. Masyarakat
dipertontonkan dengan gaya “coba-coba” kelompok tertentu terhadap sesuatu di
tempat peradilan. Bagai undian, siapa tahu ada yang salah, mereka terus melapor
meski hanya “dicubit” saja.
Berbagai persoalan memang muncul belakangan di NKRI (Negara
Kesatuan Republik Indonesia). Mulai dari masalah yang penting sekali, hingga
hanya perlu klarifikasi. Tokoh organsisasi masyarakat (ormas) cukup memainkan
peran di undian ini. Mereka mengambil perhatian media untuk meliput perkara
yang menyinggung perasaan saja.
Belum selesai di organisasi, para politisi-politikus pun
ikut-ikutan mengambil undian. Bedanya untuk golongan ini, lebih banyak berkas-berkas,
agar memberi kesan mendalam dan berkelas. Biasanya, mereka menuntut pengusutan
tuntas atas sesuatu yang sudah dibuktikan fakta yang jelas. Dalam
artian,”iseng-iseng berhadiah” mana tahu dapat membersihkan nama.
Polisi Kewalahan
Dengan jumlah penduduk RI yang ratusan juta, laporan ke
Polri sudah terlalu banyak jumlahnya. Lembaga pengayom masyarakat itu pun
semakin kewalahan karena peserta undian adalah seseorang atau lembaga yang
“disayang” para awak media.
Ilustrasi Polisi Mainan (www.tokopedia.com) |
Masyarakat pun terpaksa membaca berita-berita “sampah”, yang
isinya hanya tuntutan pengusutan tanpa dasar kesalahan jelas dan mendalam.
Semakin lengkap penderitaan masyarakat, ketika Polri juga memberikan janji
pengusutan karena sudah diatur Undang-Undang.
Masyarakat Terima
Saja
Para media, sebagai salah satu pilar pencerdas bangsa, malah
menampilkan berita undian itu di headline portal dalam jaringannya. Sampah itu
pun membuat pembaca berandai-andai, siapa pemenang undian iseng-iseng berhadiah
kali ini. Apakah si A yang punya nama baik tak tertandingi, atau si B yang
punya jutaan pendukung seantero negeri.
Tak berhenti di situ, masyarakat cerdas pun terpaksa turut
berkomentar soal kasus yang sebenarnya belum jelas apa dosanya. Kecerdasan
mereka rupanya tak cukup kuat melawan komentar para peserta undian yang jelas
dibuat-buat, seakan sudah masuk perang dunia 99.
Belum lagi, kekuatan media memainkan isu sosial dibantu
orang-orang besar yang mengendalikan pergerakan catur kehidupan berbangsa dan
bernegara. Akibatnya, masyarakat yang buta soal sejarah, menjadi bungkam dan
ikut saja apa kata orang tua. Bila sudah begitu, undian ini pun semakin ramai
dikunjungi para penonton, mulai dari kelas VIP hinggu tribun yang murah sekali.
Maka seperti itulah hukum masa kini. Dijadikan alat mencari
kebenaran yang tidak pasti dengan mengandalkan ajaran teologi, lalu
Undang-Undang dasar negeri ini. Dan jika ada yang kalah, ricuh sana-sini bukan
tidak mungkin terjadi. Untuk itu, masyarakat sebaiknya maklum dengan fenomena ini,
dengan membiarkan saja para peserta undian bersandiwara, seakan ada yang mau
mendukungnya.