Danau Toba atau Penampungan Air Limbah?

Beberapa hari yang lalu saya pergi tamasya berkeliling-keliling kota. Tapi gk naik delman istimewa. Sayangnya juga gak duduk samping pak kusir. Tek dung tek dung tek dung la la la. Terimakasih.
Beberapa hari yang lalu saya dan keluarga pergi ke salah satu tempat wisata di Sumatra Utara. Apa itu? Danau Toba. Iya, Danau Toba yang terbesar itu di Indonesia.
Kebetulan lagi di Siantar, sekalian lah jalan bentar ke Danau. Ya kira-kira 59 menit 59 detik lah sampai di tempat. Itupun naik mobil, padahal ada rencana naik motor. Kebetulan keluarga saya kan melawan kodrat KB, jadi kalau naik motor bisa melampaui cabai-cabaian. Berapa banyak? Privasi coy (5).
Selama di perjalanan sih lumayan santai lah ya, paling ada benjolan sedikit di pala kiri dan kanan. Karena memang jalan yang saya lalui berliku dan tidak sempurna. Begitu miris memang, ditambah lagi monyet-monyet menyapa disepanjang jalan. Seakan mengingatkan saya pada kampung halaman *lah? Next!!
Skip, skip. Akhirnya saya sampai di parkiran, bukan parkiran basement, hanya parkiran pasir dan berdebu. Lumayan nambah-nambah koleksi upil di hidung.
Setelah dari parkiran saya tidak sabar melihat air danau dari dekat. Saya berjalan sedikit, karena saya kebetulan parkir samping pak kusir yang sedang markir. Sampai akhirnya sampai di pinggiran danau tempat perahu bersandar dan saya hanya bisa menghela nafas.
Saya tidak sempat memfotonya, tapi yang pasti sangat berminyak dan bau amis. Selain itu banyak sampah-sampah plastik yang tidak tahu menaun darimana berasal. "Ini Danau atau Penampungan Air Limbah?" Pikirku, karena memang tidak jauh berbeda dengan tempat pengolahan limbah dekat rumah saya, mungkin kalian tidak peduli kalau itu dekat rumah saya, tapi memang benar dekat rumah saya. Bau, berminyak, dan anehnya dipakai untuk mencuci baju, panci, dan berenang oleh warga sekitar.
Saya sempat kaget melihat anak-anak yang berenang, seakan tidak peduli bahwa dalamnya bisa mencapai 529 m. Apakah anda ingin melihat saya kaget? Tidak? Oke.
Kerusakan juga disebabkan kebijakan Pemerintah Kabupaten Samosir pada Tahun 2012. Tepatnya pada bulan Mei 2012, Pemkab Samosir menerbitkan surat keputusan (SK) Bupati Samosir No. 89 tanggal 1 Mei 2012 tentang Pemberian Izin Lokasi Usaha Perkebunan Hortikultura dan Peternakan seluas 800 hektare di Hutan Tele, di Desa Partungkot Nagijang dan Hariara Pintu, Kecamatan Harian,Kabupaten Samosir, Sumatera Utarakepada PT Gorga Duma Sari (GDS) yang dimiliki seorang anggota DPRD Kabupaten Samosir, Jonni Sitohang. Kemudian dilanjutkan dengan Izin Pemanfaatan Kayu (IPK) yang diberikan oleh Kepala Dinas Provinsi Sumatera Utara melalui SK Kepala Dinas Kehutanan dan Perkebunan Kabupaten Samosir Nomor 005 Tahun 2013.
Ketua Pengurus Forum Peduli Samosir Nauli (Pesona),Rohani Manalumenyatakan bahwa izin yang didapatkan ini membuat PT GDS melakukan penebangan atas kayu-kayu alam di dalam hutan tanpa memiliki AMDAL. Akibatnya, tanah longsor yang memakan korban jiwa dan juga pendangkalan terhadap Danau Toba.
Walaupun akhirnya kegiatan penebangan dihentikan karena Kementrian Lingkungan Hidup datang berkunjung dan memang sudah ada surat perintah sebelumnya namun tidak digubris sehingga mereka(kementrian lingkungan hidup) datang untuk menangani masalah tersebut. (Source : Wikipedia)
Miris melihat tempat wisata alam telah rusak oleh sampah dan kebijakan bodoh jangka pendek pemerintah. Wisatawan juga banyak yang tidak bertanggung jawab dengan membuang sampah sembarangan.
Wisata boleh, tapi jangan merusak. Dasar manusia tidak tahu diri! Sudah dikasih enak, malah dirusak. Untung Tuhan baik.
Berikut ada sedikit foto-foto Danau Toba. Yang ngambil foto teman baik saya, Hotlas. Karena saya tidak sempat. 

No comments:

Post a Comment

Pages