Banda Neira telah bubar sebab
seorang personilnya, teh rara, musti
keluar negeri karena sesuatu dan lain hal. Banyak penggemar yang kecewa
sekaligus berharap rara tidak hilang atau berganti, apalagi sampai jadi debu.
Sementara adiknya, Isyana Sarasvati,
masih militan dari panggung ke panggung menggait setiap mata jomblo yang
kehilangan tugas sejak terakhir digunakan untuk berkedip. Sepasang saudara ini cantiknya beradu di hadapan penonton.
Hanya saja penonton Isyana kebanyakan dari pengangguran yang bersedia dibayar 50 ribu untuk bersorak di dalam studio. Kalau penonton Rara muncul dari bawah tanah. Akibatnya kemanapun rara manggung kerumunan ini selalu tumbuh seperti jamur kedatangan hujan.
Hingga sekarang lagu-lagu Banda Neira masih sering terdengar. Bahkan lirik-liriknya melengkapi setiap foto remaja kekinian di Instagram, menjadi sebaris harapan bagi mereka yang menunggu kepastian dari sebuah kehilangan.
Hanya saja penonton Isyana kebanyakan dari pengangguran yang bersedia dibayar 50 ribu untuk bersorak di dalam studio. Kalau penonton Rara muncul dari bawah tanah. Akibatnya kemanapun rara manggung kerumunan ini selalu tumbuh seperti jamur kedatangan hujan.
Hingga sekarang lagu-lagu Banda Neira masih sering terdengar. Bahkan lirik-liriknya melengkapi setiap foto remaja kekinian di Instagram, menjadi sebaris harapan bagi mereka yang menunggu kepastian dari sebuah kehilangan.
Kedatangan “eta”
Bagai imprealisme, “Eta
Terangkanlah” hadir menemani romantisme mantan penggemar Banda Neira maupun
jomblo-jomblo yang sibuk melankoli setiap malam minggu. Begini liriknya,“hiji dua hiji dua tilu, eta terangkanlah,
tungtangtungtungtangtung, eta terangkanlah, jiwa yang bertabur dengan penuh
dosa, ampunilah, ampunilah”.
Lirik sederhana ini sukses menggetarkan seantero dunia maya sampai berhasil menjadi cover joget mentri tercentil kita, Susi Pudjiastuti. Kabarnya ketika itu Susi tertarik menjadikan lagu eta sebagai lagu yang mengiringi jogetnya karena sangat sesuai dengan posisinya yang sedang menunggu kepastian dari kapal seberang.
Lagu tersebut diadaptasi oleh seorang
netijen misterius dari karya Opick berjudul “Khusnul
Khotimah”. Direkonstruksi dengan hanya mengambil iramanya saja dan
membangun kesadaran diri melalui lirik yang lebih ringan dengan melibatkan
elemen humor di dalamnya. Ditambah bu Susi jadi bintang video klip, masyaallah. Makin jos!
Kalau kita tarik benang merah
sepanjang fenomena musik Isyana, Banda Neira, hingga Eta, dapat dilihat
beberapa dimensi yang mengirinya. Pertama,
dengan munculnya Isyana, akhirnya Raisa menemukan rival yang mampu
menandinginya dari macam-macam sudut. Hingga jomblo dibuat bingung harus
menentukan pilihan pada siapa.
Kedua,
Banda Neira menjadi sintesis bagi perseteruan antara barisan pengikut
Isyana dan Raisa. Membawa warna baru dalam musik tanah air melalui lirik-lirik
puitis nan aduhai! Dengan begitu,
Banda Neira tuntas dari penilaian netijen dan masyarakat, baik secara kualitas
musik dan penampilan personil. Walau pada akhirnya Banda Neira harus pamit
gantung gitar.
Ketiga,
munculnya Eta akan menjadi tanggung jawab kolektif netijen kalau suatu
waktu harus berurusan dengan hukum karena telah mencederai karya seorang
penyanyi, aktor, sekaligus dai potensial dengan macam-macam kemampuan retoriknya,
Opick.
Terakhir,
yang lebih substansial serta esensial dari lagu “Eta Terangkanlah” yakni,
kita dapat memperlihatkan persatuan bangsa walau dalam keberagaman budaya. Kita
diarahkan untuk mengingat dosa masing-masing melalui sebuah mahakarya tanpa
memandang bahwa peringatan dosa itu datang dari agama lain.
-------------------------------------------------------------------------------------------
Oleh : Robbyan Abel R
asal : Lombok, NTB.
Status : Mahasiswa Ilmu Komunikasi Universitas Airlangga Surabaya
No comments:
Post a Comment